Oleh: Hidayatullah Muttaqin
Akhirnya ekonomi Indonesia jatuh juga ke dalam resesi pada triwulan III 2020. Ini terjadi setelah dalam dua triwulan berturut-turut pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar minus 5,32 persen pada triwulan II dan minus 3,49 persen pada triwulan III.
Sebelumnya pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar ekonomi tidak terperosok ke dalam resesi. Mulai dari kebijakan menarik wisatawan saat wabah virus Corona mulai menyebar dari China ke seluruh penjuru dunia pada triwulan I, memilih PSBB daripada total lockdown pada kuartal II, hingga kebijakan new normal mulai dari bulan Juni untuk mencegah terjadinya kontraksi ekonomi pada triwulan III.
Sayangnya segala daya dan upaya yang sudah dikeluarkan pemerintah dengan menempatkan jalannya kegiatan ekonomi lebih prioritas dibandingkan pengendalian pandemi Covid-19 tidak dapat mencegah datangnya resesi. Walhasil tujuan ekonomi tidak dapat diraih sedangkan korban pandemi Covid-19 semakin banyak.
Hingga 8 November, jumlah penduduk yang terkonfirmasi terinfeksi virus Corona sudah mencapai 437 ribu orang dan menyebabkan 14.614 kematian. Konsekuensi dari semakin lama pandemi berlangsung maka semakin besar ongkos yang harus ditanggung oleh negeri kita baik dari aspek kesehatan maupun ekonomi. Karena itu kebijakan yang mengesampingkan strategi pemutusan mata rantai pertumbuhan dan penyebaran Covid-19 harus dikaji ulang.
Kita mesti belajar dari China yang berhasil mengendalikan pandemi dalam hitungan bulan. Penerapan strategi lockdown yang disertai kecepatan dan ketegasan dalam implimentasi menghasilkan terkendalinya pertumbuhan dan penyebaran wabah. Satu sisi penduduk yang terinfeksi mendapatkan penanganan penyembuhan, di sisi yang lain peyebaran dan pertumbuhan Covid-19 dapat ditangkal.
Saat pandemi sudah terkendali, maka kegiatan ekonomi, aktivitas masyarakat dan layanan publlik perlahan mulai dibuka. Hasilnya dalam dua triwulan terakhir ekonomi China tumbuh positif. Sementara negara-negara lain tidak hanya terperosok ke dalam resesi tetapi laju kasus baru semakin meingkat. Bahkan muncul gelombang kedua seperti yang dialami oleh negara-negara Eropa.
Di sinilah penting dipahami bahwa dalam situasi pandemi, ada trade-off antara kesehatan masyarakat dan ekonomi. Situasinya memang sangat sulit dan setiap pilihan ada konsekuensi serta ongkos mahal yang harus dibayar. Hanya saja ekonomi tidak dapat akan pulih jika pandeminya tidak dapat dikendalikan. Pengalaman kita dan negara-negara lain sudah menunjukkan hal ini.
Untuk mempercepat pemulihan ekonomi pengendalilan pandemi mutlak menjadi prioritas utama. Berikut ini adalah beberapa langkah yang patut kita pertimbangkan.
Pertama, perlu ditetapkan masa operasi pengendalian pandemi misalnya dua atau tiga bulan sesuai hasil kajian. Hal ini penting agar strategi ini lebih terukur dengan batasan waktu disertai dengan persiapan anggaran penanganan yang terukur pula, termasuk kompensasi untuk masyarakat dan dunia usaha. Tanpa adanya jaminan dari pemerintah, maka akan sulit implimentasi strategi ini.
Kedua, strategi ini fokus pada upaya penyembuhan penduduk yang terifneksi covid-19 sekaligus mengurung potensi penyebarannya. Jika potensi penyebaran virus Corona tidak ditutup maka upaya penyembuhan akan menjadi kurang berarti karena setiap ada pasien sembuh datang lagi pasien baru. Ini seperti mengisi air pada ember bocor yang tidak akan pernah selesai tanpa menutup kebocorannya.
Membangun modal sosial yang sudah ada di tengah masyarakat termasuk bagian penting dalam pengendalian pandemi Covid-19. Begitu pula para kepala daerah harus turun langsung dalam penanganan pandemi jangan mewakilkan kepada staf atau kepala dinas dalam setiap koordinasi penting antara pusat dan daerah atau internal daerah itu sendiri. Bahkan setiap hari para kepala daerah perlu menyampaikan pesan-pesan edukasi dan motivasi kepada masyarakat melalui saluran televisi lokal dan media sosial.
Sementara itu strategi 3T (tracing, testing dan treatmnet) jangan sampai turun tetapi harus terus ditingkatkan. Tujuannya untuk mendeteksi penduduk yang terinfeksi dan menyembuhkannya serta mengisolasi penyebarannya. Semakin besar kemampuan deteksi dan isolasi terhadap warga yang telah terinfeksi maka semakin tinggi pula potensi untuk menurunkan pertumbuhan dan penyebaran Covid-19. Hal ini juga meningkatkan kemampuan ukur kita untuk menilai apakah suatu wilayah pandeminya sudah terkendali ataukah belum.
Ketiga adalah strategi pengendalian mobilitas penduduk. Hal ini penting karena penyebaran Covid-19 terjadi manakala mobilitas penduduk tinggi. Karena itu mobilitas penduduk perlu diturunkan sesuai dengan level atau kadar resiko pandemi di tiap-tiap daerah. Daerah-daerah yang pandeminya belum terkendali, maka mobilitas penduduk perlu dihentikan sementara sampai indikator menunjukkan pandemi telah terkendali. Sedangkan daerah-daerah yang pandeminya telah terkendali, mobilitas penduduk secara lokal dapat dilonggarkan dengan disertai adanya pembatasan mobilitas antara daerah.
Strategi ini sesuai dengan perintah Nabi Muhammad SAW bahwa jika terjadi wabah disuatu wilayah mobilitasnya harus dihentikan sementara waktu. Tujuanya agar rantai penularannya dapat diputus sedangkan penduduk yang sakit dapat dilayani oleh tenaga dan fasilitas kesehatan yang tersedia.
Agar mobilitas penduduk dapat dikendalikan di daerah-daerah yang pandeminya belum terkendali, kegiatan ekonomi dan perkantoran perlu diliburkan untuk sementara waktu. Penutupan tidak berlaku untuk layanan kesehatan serta kegiatan ekonomi vital seperti pangan dan jasa logistik. Untuk itulah disiapkan paket kompensasi untuk masyarakat dan dunia usaha. Tanpa adanya penutupan sementara kegiatan ekonomi dan kompensasi, maka pengendalilan mobilitas penduduk akan sulit dilakukan.
Adapun paket kompensasi untuk masyarakat dan dunia usaha adalah kewajiban pimpinan pemerintahan dan negara untuk melaksanakannya agar pandemi dapat diakhir secepatnya, kehidupan masyarakat dan ekonomi dapat pulih. Dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad SAW menyampaikan bahwa seorang pemimpin adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas hal tersebut.
Keempat, dengan adanya paket kompensasi maka pengendalian mobilitas penduduk tidak menyebabkan jatuhnya daya beli masyarakat secara signifikan. Dana kompensasi dapat dibelanjakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok sehingga kegiatan ekonomi tetap berjalan meski pada level yang lebih rendah dan sebagian besar dilakukan dengan cara digital.
Kelima, menyiapkan program pemulihan economi untuk dijalankan setelah periode operasi pengendalian pandemi berakhir. Pada saat pandemi secara nasional telah terkendali maka program pemulihan ekonomi dapat dilakukan agar kegiatan produksi, perdagangan dan konsumsi kembali berjalan ke arah normal.
Seperti yang sudah diuraikan, strategi ini memakan ongkos yang tidak sedikit dan dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat bahkan negatif selama operasi pengendalian pandemi berlangsung. Hanya saja upaya untuk menghentikan wabah dan pemulihan ekonomi menjadi lebih terukur dan lebih berdampak dibandingkan strategi yang sudah dilakukan pemerintah. Begitu pula penduduk yang menjadi korban terinfeksi virus Coronan atau meninggal karena Covid-19 dapat minimalkan. Kesehatan masyarakat dan ekonomi adalah penting, tetapi untuk keluar dari krisis kesehatan dan resesi ekonomi kita harus mengobati penyakitnya terlebih dulu baru kemudian pemulihan ekonomi.[]
About The Author:
Hidayatullah Muttaqin adalah dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat, anggota Tim Pakar Covid-19 ULM dan Tim Ahli Satgas Covid-19 Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2020-2022. Email: Me@Taqin.ID