NEWS ANALYSIS – Banjarmasin Post edisi 30 Maret 2022
DISELEWENGKAN KE INDUSTRI
HIDAYATULLAH MUTTAQIN – Dosen FEB ULM
Kelangkaan solar cukup meresahkan. Selain antrian panjang di SPBU yang sangat menganggu masyarakat, kelangkaan solar juga mendisrupsi sektor transportasi yang bergantung pada jenis BBM ini. Kondisi ini menambah beban ekonomi yang sudah mengalami kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.
Kelangkaan solar disebabkan oleh dua faktor. Pertama, naiknya konsumsi solar sedangkan supply-nya justru menurun. Kedua, adanya dua harga mengakibatkan terjadinya penyelewengan solar subsidi ke sektor industri sehingga pengguna yang berhak justru kesulitan mendapatkannya.
Untuk mengatasi kelangkaan solar dalam jangka pendek, pemerintah perlu menaikkan kuota solar subsidi. Begitu pula alokasi kuouta yang bersifat fleksibel untuk daerah-daerah yang sering mengalami kelangkaan solar.
Pertamina sendiri memproyeksikan konsumsi solar subsidi tahun ini akan naik hingga 16 juta kiloliter (KL) sedangkan supply yang disediakan hanya 14,09 juta KL. Naiknya konsumsi solar adalah konsekuensi dari mulai pulihnya perekonomian kita. Pada saat yang sama justru kuota solar subsidi turun 5% dibanding tahun 2021. Jadi ada ketidakseimbangan antara supply dan konsumsi solar sehingga terjadi kelangkaan.
Sementara untuk mencegah penyelewengan solar subsidi ke sektor industri atau kelompok yang tidak berhak memakainya, perlu kerjasama antara Pertamina, Polri dan Pemerintah Daerah. Pertamina dan Pemda memberikan data titik-titik rawan penyalahgunaan solar subsidi dan Polri melakukan pemantauan serta penegakkan hukum.
Adanya harga solar subsidi dan non subsidi memang dilematis. Karena dua harga tersebut sudah pasti menciptakan pasar gelap, yakni penyelewengan konsumsi solar subsidi. Di sisi lain kita adalah negara net importir migas sehingga ketergantungan tersebut akan menguras devisa dan APBN. Setiap dolar kenaikan harga minyak di pasar global memakan biaya trilyunan rupiah.
Karena itu dalam jangka panjang penggunaan energi berbasis fosil ini perlu dikurangi. Pemerintah perlu mengkondisikan pengembangan energi alternatif yang bersahabat dengan lingkungan hingga bisa mencapai skala ekonomi, merancang peralihan penggunaannya oleh konsumen dan masyarakat. Mengingat pentingnya energi, maka kegagalan kita melakukan transofrmasi dari BBM ke energi alternatif ke depannya akan sangat menghambat kegiatan ekonomi.
About The Author:
Hidayatullah Muttaqin adalah dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat, anggota Tim Pakar Covid-19 ULM dan Tim Ahli Satgas Covid-19 Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2020-2022. Email: Me@Taqin.ID