Oleh: Hidayatullah Muttaqin

Pasar tradisional adalah urat nadi perekonomian. Sebagian besar anggota masyarakat berbelanja di sini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak sedikit pula rumah tangga yang menggantungkan mata pencahariannya di pasar tradisional baik sebagai pedagang, penjual jasa, maupun sebagai pekerja kasar. Namun peran tersebut mulai menurun. Pasar tradisional sekarang dihimpit disrupsi dari dua sisi, yaitu pasar modern dan pasar retail online. Mengapa pasar tradisional kesulitan menghadapi disrupsi tersebut? Bagian pertama tulisan singkat ini mencoba mengulas pasar tradisional dari sisi penawaran (supply) dengan mengangkat studi kasus pasar tradisional di Kota Banjarmasin.

Ada empat faktor yang ditengarai sebagai penyebab goyangnya pasar tradisional dari sisi penawaran. Keempat faktor tersebut adalah (1) kondisi fisik dan penataan pasar tradisional, (2) masifnya penetrasi jaringan minimarket nasional, (3) lokasi dan pola sebaran pasar tradisional yang tidak tepat, dan (4) lemahnya adaptasi pasar tradisional terhadap perkembangan teknologi digital.

Kondisi fisik dan penataan pasar tradisional umumnya kurang ramah dengan ibu-ibu, para lansia dan penyandang disabilitas. Begitu pula penataan pasar terkesan kumuh dan kotor. Dalam survei Imansyah dkk (2019) terhadap 51 blok dan pasar tradisional milik Pemerintah Kota Banjarmasin ditemukan hanya sekitar 12% kondisi fisik bangunan pasar yang masih bagus dan lebih dari setengahnya kumuh dan kotor.

Di tengah kondisi tersebut, jaringan minimarket Alfamart dan Indomaret mulai masuk sejak 2015 dan melakukan penetrasi di Kota Banjarmasin. Berdasarkan data survei 2019, terdapat 152 minimarket yang terdiri atas 41 minimarket lokal, 60 minimarket Alfamart, dan 51 minimarket Indomaret.

Tentu saja masuknya kedua jaringan waralaba pasar retail modern tersebut mengakibatkan beralihnya sebagian konsumen pasar tradisional. Hal ini diindikasikan oleh kecenderungan sepinya pasar tradisional. Survei yang sama menemukan hanya sekitar 16% pasar tradisional yang cukup ramai pengunjung pada saat jam ibu-ibu belanja ke pasar.

Gambar: Peta Sebaran Pasar Retail di Kota Banjarmasin (Imansyah dkk, 2019).

Faktor lainnya yang sangat penting adalah mengenai lokasi dan pola sebaran pasar tradisional di Kota Banjarmasin. Berdasarkan data hasil survei lokasi Imansyah dkk (2019), sebagian besar pasar milik Pemko Banjarmasin terkonsentrasi di pusat kota dan sedikit yang berada di luar luar pusat kota. Jadi sebaran pasar tradisional tidak merata sedangkan yang berada di luar pusat kota lokasinya cenderung tidak strategis. Kebalikan dari pola sebaran pasar tradisional, minimarket cenderung terletak di lokasi yang strategis, mudah dijangkau masyarakat dan dekat dengan pemukiman.

Terakhir adalah ketika perkembangan teknologi digital yang begitu cepat merubah lanskap pasar retail, pasar tradisional masih belum dapat melakukan adaptasi terhadap disrupsi tersebut. Kondisi ini semakin menghimpit pasar tradisional yang sebelumnya sudah didisrupsi oleh pasar modern. []

Referensi:

Imansyah, M. Handry., Siregar, Syahri., Muttaqin, Hidayatullah., Adriani, Ade., Muzdalifah., Rahayu, Dewi., Anwar, Ryan J. (2019) Laporan Akhir Kajian Transformasi Pasar Tradisional Kota Banjarmasin di Era Disrupsi. Banjarmasin: BARENLITBANGDA Pemerintah Kota Banjarmasin.

Sumber: IESP.ULM.AC.ID

About The Author:

Hidayatullah Muttaqin adalah dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat, anggota Tim Pakar Covid-19 ULM dan Tim Ahli Satgas Covid-19 Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2020-2022. Email: Me@Taqin.ID 

Published On: 16 Agustus 2020Categories: ArtikelTags: , ,