Oleh: Hidayatullah Muttaqin
Seperti yang sudah diperkirakan sejak akhir Oktober lalu bahwa Covid-19 di Indonesia akan mengalami ledakan kasus sebagai akibat liburan panjang cuti bersama di akhir bulan Oktober, momen pilkada dan liburan panjang akhir tahun. Ledakan tersebut merupakan konsekuensi logis dari kebijakan pelonggaran ekonomi oleh pemerintah pusat dan kurangnya antisipasi pemerintah daerah.
Per 27 Desember jumlah penduduk yang dikonfirmasi positif Covid-19 sudah mencapai 713.365 kasus, 583.676 sembuh, dan 21.237 meninggal dunia. Perkembangan ini sangat memperihatinkan mengingat sebelum dimulainya era new normal atau adaptasi kebiasaan baru, jumlah penduduk yang terinfeksi virus Corona (SARS-CoV-2) pada akhir bulan Mei baru sekitar 26 ribu kasus lebih. Ini mengindikasikan bahwa strategi pelonggaran ekonomi yang diwujudkan dalam istilah new normal sejak bulan Juni 2020 justru melipatgandakan sebaran dan jumlah penduduk yang terinfeksi virus Corona sebanyak 27 kali lipat.
Adapun ledakan kasus pada bulan Desember di Indonesia terlihat dari beberapa indikator. Pertama, dalam 27 hari pertama bulan Desember jumlah kumulatif kasus baru konfirmasi sudah mencapai 174 ribu. Angka ini setara dengan 136% jumlah kasus baru di bulan November, 142% dari bulan Oktober, 156% dari bulan September, dan 263% dari jumlah kasus baru di bulan Agustus.
Kedua, rata-rata pertumbuhan harian sepanjang 1 – 27 Desember sudah mencapai 6.462 kasus per hari. Ini jauh lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan di bulan November dengan 4.293 kasus per hari, Oktober 3.970 kasus per hari, September 3.740 kasus per hari, dan Agustus dengan 2.143 kasus per hari.
Ketiga, meskipun angka kesembuhan mengalami peningkatan namun khusus bulan Desember ini perbandingan antara jumlah kasus baru dengan jumlah pasien Covid-19 yang sembuh mengalami peningkatan menjadi 1,3 kali lipat. Pada bulan November perbandingannya adalah 1,1. Artinya konsekuensi ledakan kasus adalah meingkatnya kasus aktif yang berdampak pada penuhnya ruang ICU dan ruang perawatan atau isolasi khusus Covid-19 di rumah sakit. Jika terjadi over kapasitas, maka potensi jumlah pasien meninggal semakin besar. Inilah salah satu dari bahaya ledakan kasus Covid-19.
Keempat, pada bulan Desember ini jumlah pasien Covid-19 yang meninggal mengalami lonjakan yang signifikan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Dalam periode 1 – 27 Desember sudah terdapat 4.292 orang yang dikonfirmasi meninggal karena Covid-19. Jumlah ini lebih tingi dibandingkan dengan kasus meninggal pada bulan November 3.176 orang, Oktober 3.029 orang, September 3.323 orang, dan Agustus 2.286 orang.
Apakah ledakan kasus pada bulan Desember ini terkait dengan pelaksanaan pilkada dan liburan panjang akhir tahun? Hal ini cukup jelas kaitannya dan sudah diakui oleh SATGAS COVID-19 Pusat sendiri bahwa liburan akhir tahun dan kegiatan lainnya yang mendorong mobilitas penduduk merupakan “motor penggerak” pertumbuhan kasus Covid-19.
Untuk memperjelas kaitan tersebut maka salah satunya dapat dilihat pada indikator naiknya angka positive rate. Misalnya berdasarkan data banyaknya jumlah penduduk yang menjalani tes PCR dan hasil tes positif, angka positive rate pada bulan Desember mencapai 19% sedangkan November 14%. Angka 19% menunjukkan rata-rata dari 100 orang yang menjalani tes PCR sebanyak 19 orang di antaranya terkonfirmasi positif Covid-19.
Sementara itu angka positive rate mingguan juga menunjukkan peningkatan secara gradual, di mana pada minggu pertama hingga ketiga bulan November angka positive rate mencapai 13%, kemudian meningkat menjadi 15% pada minggu keempat. Di bulan Desember ini, angka positive rate pada minggu pertama naik menjadi 17%, minggu kedua 18% dan minggu ketiga 19%. Sedangkan pada periode berjalan minggu ke-empat, angka positive rate sudah mencapai 21%.
Data ini menunjukkan terjadinya peningkatan penularan virus Corona di tengah-tengah masyarakat seiring waktu dengan terjadinya pilkada dan mobilitas penduduk terkait liburan. Khusus liburan panjang akhir tahun, dampaknya terhadap laju kasus Covid-19 akan lebih terlihat mulai minggu pertama Januari tahun depan.
Berdasarkan analisis ini dapat disimpulkan bahwa persoalan pengendalian pandemi Covid-19 bukanlah sekedar bagaimana protokol kesehatan dapat diterapkan dengan ketat di tengah-tengah masyarakat. Tetapi juga sangat tergantung bagaimana kita dapat mengendalikan motor penggerak pertumbuhan Covid-19 itu sendiri, yaitu mobilitas penduduk.
Langkah penting lainnya adalah peningkatan strategi 3T untuk melacak sebanyak-banyaknya penduduk yang terinfeksi Covid-19 baik yang bergejala ringan dan berat maupun yang OTG untuk kemudian memisahkan warga yang terinfeksi dan yang tidak. Jika ada upaya menurunkan kasus dengan menurunkan jumlah tes PCR, maka hal itu hanya akan menunda “ledakan kasus konfirmasi” saja. Upaya ini akan membahayakan kesehatan masyarakat. Sebab penurunan semu dapat memicu masyarakat semakin abai menerapkan protokol kesehatan.
Jadi upaya pengendalian pandemi Covid-19 itu tidak hanya terkait dengan perilaku masyarakat tetapi juga tergantung pada perilaku pemerintah sendiri yang acapkali membuat kebijakan kontra produktif. Kebijakan dan strategi pengendalian pandemi seharusnya mengintegrasikan penerapan protokol kesehatan yang ketat, pengendalian mobilitas penduduk, dan peningkatan 3T. Tanpa memperkuat 3 langkah ini secara bersamaan, maka tidak menutup kemungkinan terjadi ledakan yang lebih besar pada bulan Januari dengan pertumbuhan 10 ribu kasus per hari. Ledakan ini akan membuat kolaps rumah sakit di sebagian wilayah di Indonesia dan dapat meningkatkan jumlah kematian secara lebih masif. []
Hidayatullah Muttaqin, SE, MSI, PGD adalah dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan serta anggota Tim Pakar Percepatan Penanganan Covid-19 ULM
About The Author:
Hidayatullah Muttaqin adalah dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat, anggota Tim Pakar Covid-19 ULM dan Tim Ahli Satgas Covid-19 Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2020-2022. Email: Me@Taqin.ID