Oleh: Hidayatullah Muttaqin
Perkembangan kasus baru terkonfirmasi Covid-19 menunjukkan pelambatan. Hal ini cukup menggembirakan karena sebelumnya selama delapan bulan lebih pandemi di Indonesia tren kasus baru Covid-19 cenderung mengalami penanjakan. Ibarat mendaki gunung, perjalannya belum sampai ke puncak sehingga belum terjadi penurunan kasus.
Memang rata-rata kasus baru harian pada bulan Oktober adalah paling tinggi selama pandemi berjalan di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kawalcovid19.id, rata-rata jumlah kasus baru per hari pada bulan Oktober adalah sebanyak 3.970 kasus. Lebih tinggi dari rata-rata kasus harian pada bulan Agustus dan September, yaitu masing-masing sebesar 2.143 dan 3.740 kasus baru.
Kasus tertinggi pada bulan Oktober tercatat pada hari ke-8 dengan tambahan jumlah penduduk yang terinfeksi sebanyak 4.850 kasus. Setelah itu perkembangan kasus harian berfluktuasi tetapi kecenderungannya menurun. Misalnya rata-rata kasus baru pada minggu ke-2 bulan Oktober adalah sebesar 4.148 kasus pe harinya, maka pada minggu ke-3 dan ke-4 menurun menjadi 4.061 dan 3.911 kasus baru. Sementara itu tambahan kasus baru pada 1-3 November ini jumlahnya sudah di bawah 3.000.
Tes Harian Menurun
Dalam upaya menekan laju pertumbuhan dan penyebaran Covid-19 maka strategi 3M; memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan serta 3T; testing, tracing, dan treatment sangat penting untuk dapat diimplimentasi dan dilaksankan secara konsisten. Hanya saja seiring dengan pelambatan pertumbuhan kasus baru dalam dua minggu terakhir, jumlah penduduk yang dites dengan PCR juga mengalami penurunan.
Jika pada minggu ke-2 Oktober rata-rata ada 33.990 penduduk yang keluar hasil sampel spesimennya per hari, maka pada minggu ke-3 dan ke-4 hasil tes turun menjadi 29.390 dan 27.376 penduduk per harinya. Turunnya angka testing ini berimplikasi pada penurunan jumlah kasus baru yang terkonfirmasi Covid-19. Hal ini tentu saja membuat keyakinan akan tren penurunan kasus baru menjadi melemah. Sebab penurunan kasus baru memiliki kaitan dengan penurunan tes PCR.
Positive Rate Tinggi
Salah satu kemungkinan akibat rendahnya jumlah penduduk yang terjaring testing adalah angka positive rate cenderung tinggi. Positive rate adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang hasil tesnya positif dengan jumlah penduduk yang diambil sampel spesimennya. WHO menetapkan kriteria epidemiologi bahwa jika angka positive rate di bawah 5 persen selama paling sedikit 2 minggu terakhir maka pandemi mulai terkendail.
Untuk kasus Indonesia angka positive rate masih tinggi. Pada 3 November, akumulasi jumlah penduduk yang terkonfirmasi positif Covid-19 sudah mencapai 418.375 kasus dan dengan jumlah penduduk yang sudah menjalani pengambilan sampl swab dan tes PCR sebanyak 2,94 juta maka angka positive rate nasional adalah 14.22 persen. Angka 14 persen positive rate memiliki makna bahwa setiap 100 penduduk yang diambil sampel tesnya, maka rata-rata terdapat 14 orang yang hasilnya terkonfirmasi terinfeksi virus Corona.
Mengenai penurunan kasus positif harian dalam dua minggu terakhir yang diindikasikan karena turunnya jumlah pendudukan yang diambil sampel tesnya dapat dikaitkan pula dengan angka positive rate. Misalnya ketika jumlah hasil tes PCR penduduk menurun pada minggu ke-3 dan ke-4 Oktober, maka angka positive rate mengalami peningkatan. Pada minggu ke-2 Oktober rata-rata positive rate harian berada pada level 13 persen, maka pada minggu ke-3 dan ke-4 naik positive rate harian naik menjadi 14 persen dan 15 persen.
Testing Covid-19 Indonesia Masih Sangat Rendah
Tingginya angka positive rate nasional yang disebabkan oleh masih rendahnya jumlah penduduk yang diambil sampel tes swabnya menunjukkan masih sangat kurangnya penerapan strategi 3T. Lemahnya testing ini membuat data statistik Covid-19 nasional belum betul-betul diyakini mencerminkan kasus riil tengah masyarakat.
Rendahnya statistik tes Covid-19 Indonesia akan terlihat jika dibandingkan secara relatif dengan negara-negara lain. Misalnya rata-rata jumlah tes yang diambil per 1.000 penduduk di Indonesia pada 30 Oktober baru sebanyak 17 sampel. Dibandingkan dengan negara berkembang seperti Turki dan Iran, Indonesia cukup tertinggal. Kedua negara tersebut sudah mengambil tes sebanyak 163 dan 58 sampel per 1.000 penduduk. Sedangkan negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris rata-rata sudah mengambil tes sebanyak 441 dan 418 sampel per 1.000 ribu penduduk.
Angka ini akan semakin rendah jika menggunakan ukuran rasio jumlah warga yang menjalani tes per 1.000 penduduk dibandingkan dengan jumlah sampel per 1.000 penduduk. Hal ini karena seseorang menjalani pengambilan tes lebih dari satu kali. Misalnya per 30 Okotber jumlah aggota masyarakat yang sudah menjalani tes pemeriksaan Covid-19 adalah rata-rata sebanyak 11 orang per 1.000 penduduk.
Kondisi ini menyebabkan perkembangan kasus terkonfirmasi positif di Indonesia sebenarnya tidak dapat dibandingkan secara langsung atau apple to apple dengan negara lain yang jumlah tesnya per 1.000 penduduk jauh lebih tinggi. Begitu pula semakin cerahnya warna zonasi resiko Covid-19 di berbagai wilayah di Indonesia juga belum betul-betul menjamin bahwa memang kasusnya sudah minim karena masih sangat rendahnya angka tes harian kita.
Melemah di Saat Pilkada dan Pelonggaran Ekonomi
Kecenderungan menurunnya rata-rata tes harian di Indonesia dalam 2 minggu terakhir menunjukkan semakin melonggarnya penerapan strategi 3T. Padahal yang harus kita lakukan adalah terus meningkatkan jumlah tes harian agar semakin besar potensi untuk menjaring dan mengisolasi pertumbuhan dan penyebaran virus Corona di Indonesia. Sementara pada saat ini yang terjadi justru kebalikannya yaitu melemah di saat tes harian masih jauh dari cukup.
Parahnya pelonggaran ini terjadi justru di tengah pilkada dan semakin dibukanya kegiatan ekonomi yang memicu mobilitas dan interaksi penduduk. Hal ini sangat berbahaya karena akan menjadi bom waktu ledakan kasus ke depannya. Semoga kita tidak terlambat mencegahnya. [Muttaq.in]
Refrensi
Hasell, J., Mathieu, E., Beltekian, D. et al. A cross-country database of COVID-19 testing. Sci Data 7, 345 (2020)
WHO (2020), Public health criteria to adjust public health and social measures in the context of COVID-19.
About The Author:
Hidayatullah Muttaqin adalah dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat, anggota Tim Pakar Covid-19 ULM dan Tim Ahli Satgas Covid-19 Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2020-2022. Email: Me@Taqin.ID